Wednesday, February 11, 2015

Parenting dalam Islam



Melihat postingan di pesbuk seorang Ibu muda yang "katanya" menempelkan saja rokok  di bibir anaknya yang masih sangat balita, miris sekali rasanya..

Mugkin memang benar  itu ditempelkan saja, okelah saya anggap begitu, berprasangka baik sajalah saya, namun tetap saja, itukan ga baik kan yak..


Orang tua harusnya memberikan contoh yang baik untuk anak-anak nya, jangan mengajarkan anak-anaknya hal hal yang tidak baik seperti merokok.

Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik
 jika ia pernah mendapatkan pengasuhan seorang ibu yang baik. 
Sebaliknya, seorang ibu yang rusak akhlaknya, 
hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya. 
Itulah mengapa yang dihancurkan pertama kali oleh Yahudi adalah wanita.


Terdapat satu ayat dalam Al Qur’an yang dapat kita jadikan landasan untuk merenungkan dan memikirkan bagaimana seharusnya kita mendidik anak.

Yang artinya:

“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; 
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. 
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
 tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
 (Ar-Rum: 30)



Ayat tersebut menyebutkan bahwa manusia diciptakan menurut fitrahnya dan diperintahkan agar tetap menjaga fitrahnya tersebut. Ayat ini pula lah yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Hadist Rasulullah SAW yang artinya sebagai berikut:

 “Setiap anak dilahirkan menurut fitrahnya, 
maka hanya kedua orangtuanya lah yang akan menjadikannya 
seorang Yahudi, seorang Nasrani, atau seorang Majusi”
  (Hadist riwayat Bukhari)



Hadist diatas sangat menjelaskan bahwa kewajiban orangtua untuk mendidik anak dengan sebaik-baiknya sejak kecil, karna segala tingkah laku anak yang baik maupun buruk yang pertama kali mengajarkan pada anak adalah para orang tua itu sendiri, Jangan sampai menyesatkan sang anak dari fitrahnya, Pendidikan yang benar adalah yang sesuai dengan fitrah sang anak, yang menjaga fitrah anak sehingga tetap lurus seperti ketika mereka dilahirkan



Pada ayat lain dalam Al Qur’an, Allah menyebutkan bahwa fitrah manusia yang suci tersebut tidaklah dalam kesadarannya, karena ketika manusia lahir Allah membuatnya lupa dan tidak tahu apa-apa.

“ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” 
(An Nahl: 78)


Karena manusia pada awalnya adalah suci dan memiliki sifat lupa maka pendidikan pada intinya adalah mengingatkan manusia untuk kembali ke jalan yang benar. Sarana untuk mengingat kembali tersebut adalah pendengaran, penglihatan dan hati.


Mengingatkan adalah prinsip pertama dalam pendidikan anak atau “parenting”. Artinya, pendidikan disini bukanlah yang “memaksakan”, ataupun “mengarahkan”, yang lebih sering diartikan dengan mengarahkan sesuai keinginan orang tua atau keinginan masyarakat.

Pada intinya yang perlu kita lakukan pada anak adalah sesuatu yang sifatnya tidak sebentar saja. Yang harus kita lakukan adalah mengingatkan mereka untuk berpegang pada sesuatu yang abadi dan universal, yaitu Kebenaran.


Usaha kita sebagai orang tua untuk mengingatkan anak akan kebenaran bukan hal yang mudah, mengingat perkembangan jaman yang sudah semakin maju ini, terlalu banyak godaan untuk lebih mencintai hal yang sifatnya sementara saja, hal hal yang mengenai duniawi, termasuk pula di dalamnya gaya hidup masyarakat yang berubah-ubah, tekhnologi yang semakin maju dan alat-alat penunjang kesenangan, seperti televisi sekarang yang banyak sekali menyiarkan sinetron-sinetron yang hanya mementingkan rating namun tidak mementingkan bagaimana pengaruh nya pada anak-anak yang menonton nya.


Sebagai orang tua harusnya mengetahui apa arti kebenaran yang sebenarnya, seperti halnya para Nabi dan Rasul yang bertugas untuk meluruskan kembali umatnya yang melenceng dari jalan yang lurus. Jalan yang lurus itu adalah jalan yang sederhana, namun sifatnya abadi dan universal. Itulah jalan kebenaran. Pendidikan maupun parenting pada prinsipnya adalah melindungi anak dari berbagai macam ancaman dunia yang akan menyeret mereka ke jalan yang sesat.



Untuk memahami cara mendidik yang mengarah pada Kebenaran tersebut, kita perlu ingat bahwa ada tiga “alat” untuk belajar yang sudah dikaruniakan Allah pada semua manusia, yaitu: pendengaran, penglihatan, dan hati.

Artinya dalam mendidik anak,
 kita harus selalu “menyuapi” pendengaran, penglihatan, dan hati mereka dengan kebenaran.


Katakanlah yang benar meskipun itu pahit. Berkata-kata lah dengan bijak dan lemah lembut, karena melalui pendengaran anak-anak akan belajar tentang sekelilingnya, dan akhlak mereka akan terbentuk. Pendengaran adalah instrumen untuk menangkap kata-kata. Sebagai orang tua kita harus menjaga kata-kata kita karena kata-kata itu akan mempengaruhi jiwa anak kita.


Anak-anak akan menirukan apa yang mereka lihat. Oleh karena itu berperilakulah yang benar, bertindaklah sedemikian rupa agar Anda dapat menjadi teladan bagi anak-anak Anda. Penglihatan adalah instrumen yang akan menangkap perilaku dan peristiwa yang terjadi di sekeliling mereka.


Hati adalah instrumen untuk menangkap cinta. Ketika kita salah bicara atau membuat kesalahan dalam berperilaku, berkomunikasilah dengan hati. Jagalah hati kita untuk tetap mencintai anak kita, Jangan sampai kekesalan dan kemarahan kita menumbuhkan benci dalam hati kita.

Cinta akan memancar dari hati kita dan akan dirasakan oleh hati anak kita. 
Cinta adalah komunikasi dari hati ke hati tanpa perlu kata-kata 
dan tanpa harus ditunjuk-tunjukkan dengan perbuatan yang tidak wajar atau berlebihan.
 Segala sesuatu yang diberikan dari hati, akan sampai kehati pula :)


Namun, seringkali kenyataanya, tidak semudah seperti yang dituliskan, menghadapai seorang anak apalagi yang sedang dalam masa-masa pubertas, membutuhkan kesabaran tingkat tinggi, bagi orang tua yang tidak mampu menahan amarah yang sudah tidak tertahankan lagi. Rasanya sulit sekali untuk merasakan cinta itu.

Dalam Al Qur’an surat Al Anfal ayat 28, Allah mengingatkan 

“bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan 
dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”.


Mungkin, adakalanya kita merasa kemampuan kita terbatas dan sudah tidak mampu lagi untuk menyampaikan kebenaran pada anak kita. Dalam situasi yang seolah sudah di luar batas kemampuan kita tersebut kita harus ingat bahwa Allah akan menolong kita jika kita bersabar.


Sabar adalah suatu pilihan sikap sekaligus perilaku yang mengandung muatan emosi yang kuat. Sabar adalah sesuatu yang mudah dikatakan tetapi tidak mudah untuk dilakukan. Kadang secara sadar kita tau, harusnya bersabar, namun tetap saja dorongan emosi terkadang mempengaruhi untuk bersikap yang sebaliknya, disini Iman kita yang berperan untuk mengendalikan emosi kita.


Dalam kaitannya dengan pendidikan anak, kita harus yakin bahwa anak kita, hati anak kita, ada dalam genggaman Allah, dan Allah akan menunjukkan jalan yang benar. Allah pulalah yang mampu membolakbalikkan hati. Dengan dilandasi keimanan tersebut maka Insya Allah, kita akan mampu bersabar. Agar benar benar memiliki kesabaran, kita harus benar benar memiliki keimanan, keimanan bahwa Allah akan memberikan jalan keluar pada setiap masalah kita, termasuk dalam mendidik anak.


Namun, melihat kenyataan yang terjadi banyak orang tua yang kurang memiliki keimanan dan kesabaran dalam mendidik anak-anak mereka, Hilangnya kesabaran berarti kegagalan dalam mengemban tugas sebagai pembimbing dan penjaga anak yang sudah diamanahkan pada kita. Ingatlah, bahwa seorang anak adalah titipan yang diberikan pada anda sebagai orang tua,
 

Sabar juga berlawanan dengan tergesa-gesa.

Kadang dalam mendidik anak kita ingin serba cepat; cepat pintar, cepat lulus, cepat besar, cepat mandiri, cepat sukses, dan lain sebagainya.

Dalam ketergesa-gesaan tersebut sering, sengaja atau tidak, kita memaksakan kehendak kita terhadap anak.

Kadang kehendak kita tersebut dilakukan demi memenuhi “tuntutan zaman”.
“Tuntutan zaman” sesungguhnya merupakan salah satu bentuk mode atau gaya hidup sesaat yang sering menyilaukan kita.

Biasanya ketika kita tergesa-gesa untuk mengikuti tuntutan zaman, kita akan mengalami kekecewaan di kemudian hari karena tuntutan zaman tersebut akan selalu berubah.

Ketika seorang anak dipaksakan untuk memenuhi keinginan orang tua nya, biasanya secara sadar atau tidak orang tua nya lupa pada hakekat pendidikan anak, yaitu menjaganya agar tetap pada fitrahnya yang suci. Anak menjadi bahan eksploitasi untuk kepentingan orangtua, demi nama baik orangtua, agar dapat dibangga-banggakan di depan umum.

Anak diperlakukan layaknya seperti “investasi” untuk menjamin kehidupan orangtua di masa depan.

Anak yang sudah disekolahkan tinggi-tinggi diharapkan akan mendapat pekerjaan yang nantinya bisa dibanggakan didepan teman, kerabat dan handai taulan orang tua nya tersebut, dan memberikan keuntungan bagi orang tuanya, Jika hal ini terjadi maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang jiwanya kering dari kasih sayang. Padahal ketika hati menjadi keras, kepandaian dan kesuksesan tidak akan bermanfaat, tapi justru akan menimbulkan kerusakan yang lebih parah.


Mengingatkan dengan kasih sayang artinya tidak ada kepentingan pribadi orangtua terhadap perilaku anaknya. Ketika kita mendidik anak dengan kasih sayang artinya tidak ada sakit hati yang disebabkan oleh perilaku anak, apapun perilaku tersebut.

Kasih sayang juga berarti bahwa kita sudah memaafkan dan selalu memaafkan kelakuan sang anak, dan tidak pernah menolak ketika anak kembali. Dengan adanya kasih sayang, hati orangtua terbuka lebar, bagaikan samudera luas, bagi anak-anaknya. 


Kasih sayang bagaikan Matahari yang menyinari Bumi tanpa pamrih.
Kasih sayang adalah ketulusan kita dalam mendidik anak demi kebaikan anak itu sendiri.
Kasih sayang adalah keridhoan kita mengemban amanah yang diberikan Allah.  
Anak adalah amanah, titipan, bukan hak milik.
Ketika orangtua merasa memiliki anaknya, mereka akan tega menyiksa anaknya sendiri.



Dengan kasih sayang anak akan memiliki kepercayaan yang kuat, dan mereka akan tabah dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Pribadi yang kuat adalah yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan kasih sayang.


Dan kasih sayang diantara orang tua nya pulalah yang mengajarkan anak untuk memperlakukan orang lain juga dengan kasih sayang yang tulus yang diajarkan oleh kedua orang tua nya.


Seperti yang Dian Sastro katakan "Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita harus berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu. ibu yang cerdas akan menghasilkan anak2 cerdas".

Dalam mendidik anak ini, sangat besar peran seorang ibu didalam nya, walaupun ayah juga berperan sama pentingnya

Sejak dalam kandungan, seorang ibu sudah bisa membentuk pribadi seoarang anak yang dikandungnya, mungkin akan saya bahas di postingan yang berikutnya tentang pentingnya seorang ibu dalam mendidik anaknya...

Wallahu a’lam

dari berbagai sumber

No comments:

Curhat nya Pengamat Media Sosial

Saya mengamati banyak hal, selain tentang buku-buku nya Ika Natassa yang akan dijadikan film, nama teman-teman yang berubah menjadi nama...